Global Call |
Dalam kongres ke-1
Bahasa Daerah Nusantara yang di
gelar di Bandung , 2 Agustus 2016 lalu Deddy mengatakan bahwa Bahasa Daerah Papua adalah salah satu bahasa
yang masuk sona terancam Punah karena penuturnya yang sangat minim. Di
kategorikan bahasa yang termasuk sona relatif aman yaitu bahasa Jawa, Sunda, Melayu,Madura,Minang,Batak,Bugis,Bali, Aceh,Sasak,Makasar,serta Lampung.
Kepala badan pengembangan dan pembinaan bahasa,kementrian pendidikan
dan kebudayaan, Dadang Sunendar mengatakan bahasa ibu di suatu daerah dapat di
katakan hampir puna bila jumlah penutur dibawah 1000 jiwa dan sebaliknya dapat
di katakan dalam sona aman bila penuturnya mencapai lebih dari 1000 jiwa dan semua itu di katakan berdasarkan
penelitian yang di mulai sejak tahun 1992. Seperti yang di muat di media tempo.co, badanbahasa.kemdikbud.go.id
Dalam konres bahasa daerah yang di bahas beberapa
pekan lalu di bandung ini memberi kita satu pukulan bahwa, bahasa yang saat ini
menjadi bahasa ibu kita, menurut firasat kita akan bertahan lama sebetulnya
sedang di ambang kepunahan. Dan ini di akibatkan oleh generasi kita yang tidak
lagi menggunakan bahasa ibu dalam berkomunikasi juga karena orang
tua tidak perduli sehingga tidak lagi mau berkomunikasih dalam bahasa ibu dengan
anaknya.
Sudah di ungkapkan dalam kongres bahwa bahasa Papua adalah bahasa yang hampir punah, dan pada kenyataannya ada beberapa bahasa ibu Papua yang telah puna. Ini semua terjadi karena kurangnya penutur. Seharusnya hal ini
membangkitakan emosi generasi mudah untuk tidak sungkan/malu dalam menuturkan bahasa
ibu kita lagi. Bahkan hal ini telah di atur dalam undang-undang Nomor 24 Tahun 2009, khusunya pasal 42. mengenai
pemerintah Daerah wajib membina, mengembangkan dan melindungi bahasa dan sastra
daerahnya agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan
perkembangan zaman.
Apakah Pemerintah Daerah Papua sudah menjalankan ??
Sebenarnya
apa yang di rancang pemerintah Papua??
Seharusnya pemerintah daerah hadir untuk
menjaga,melindungi dan membina apa yang telah ada di daerah tersebut bukan
malah mengadopsi ajaran luar untuk di jadikan ikon di dalam. Sangat jauh dari
harapan Masyarakat.
Saat bahasa ibu hanya menjadi bahasa upacara sosial, kesenian tradisional,
akademik dan tidak lagi menjadi bahasa
sehari-hari. Disinilah bahasa ibu gugur dari pohon kebudayaan. (Trogono).
Sekarang saatnya kita menjadi penggerak juga menjadi penutur
agar bahasa ibu kita tetap eksis di era yang cukup sulit ini, agar generasi selanjutnya
bisa mendengar dan menuturkannya, tidak ada lagi kata punah mari kita biasakan
diri untuk Menutur bahasa ibu.
Salam Bahasa Ibu,
Koya,kaonak,amakanie,tabea,men,amuk,jou
suba, amele foi,Au, kip yaman, nimao, amolonggo, mahikai dst
#menkoinfo
Posting Komentar