copylegal.ru |
Banyak alumni Mahasiswa bervisi membangun Tetapi usai berprofesi
kenyataan berbunyi sebaliknya. Apa penyebabnya..?
Keluarga
Sebagai seorang manusia
tentu kita hidup tidak jauh dari nilai moral yang adalah hubungan paling
dekat antara satu dengan lain. Sehingga hal
ini harus di praktekan dalam tuntutan hidup sehingga harapan dan tujuan
sesungguhnya sering tertutupi/terabaikan dari pandangan sehat kita.
Dengan melihat situasi yang
tidak memungkinkan lagi di wilayah kita sekarang, maka tidak bisa di pungkiri
bahwa hal keluarga menjadi satu alasan kuat terlupanya visi utama.
Nilai Utang yang terlampau Jauh
(Kepentingan Pribadi)
Jaman Now, Hidup butuh
profesi dan profesi membutuhkan biaya. Gaya pemikiran ini menjebak banyak
pemikir-pemikir hebat untuk tidak berfikir hebat seperti saat di bangku pendidikan.
Walau hal ini bukan yang
terutama namun pada kenyataannya banyak orang pintar terperangkap dalam gaya
berfikir ini, sehingga gaya mereka berfikir aktif dan bebas hilang dari
pandangan mereka sehingga praktek yang
terjadi di lapangan menjadi sistem, nepotisme, diskriminasi dll sehingga ruang
delibratif menjadi tertutup sehingga mengkianati Demokrasi.
Kadang dua hal diatas menjadi alasan kuat tidak
terlaksananya rencana dan visi misi yang di rancang secara terstruktur oleh kaum
intelektual jaman now. Dan juga sering gaya berfikir mereka terisolir diantara kepentingan pribadi dan kepentingan umum sehingga untuk keluar dari situasi itu butuh waktu yang lama dan waktu tersisah yang di gunakan untuk mengerjakan visinya manjadi tidak efisien dan timbullah nama baru yaitu kejar target.
Visi yang dapat dirubah/berubah tidak layak di
namakan visi tetapi lebih tepatnya angan-angan atau impian, yang artinya tidak
tentu dan tidak pasti. Seorang pemimpin layak dikatakan pemimpin bila semua
bagian dari visinya berjalan dan di rasakan oleh masyarakat di sekitar visi itu
berpengaruh. Dan visi ini mempu berdemokrasi sehingga tidak ada lagi
nepotisme,diskriminasi tetapi yang ada hanya egalitarianisme.
Ungkap seorang mahasiswa di selah sedang bersantai,
Papua butuh orang pintar, hebat punya
hati dalam berprofesi agar semua pihak mengerjakan hak dan kewajiban mereka
masing-masing tanpa ada yang terlengserkan dari bidang yang semestinya mereka
tempati Sehingga proses pembangunan fisik atau nonfisik nampak di wajah
pemiliknya. Tidak ada pembangunan tanpa wajah, kalau saja tidak ada wajah itu hanya
khayalan ataupun angan-angan atau bisa saja mimpi yang berkepanjangan.
Ya benar Papua butuh Pemimpin ?
tetapi siapa yang mau bekerja dengan Hati?
Kalaupun ada, bisakah ego yang ada di setiap diri
kita dapat hilang begitu saja??
Saya rasa soal ini akan sangat panjang bila di ulas didalam tulis ini,
mengenai ini mungkin nanti di perjelas di tulisan berikutnya. Semoga apa yang
di tuliskan dapat menjadi pandangan/ cermin diri untuk membangun tanah Papua
terutama bagi para mahasiwa yang bersiap menjadi alumni, karena kalian adalah
pemimpin pilihan masyarakat Papua.
Lakukan yang terbaik untuk masyarakat akan
lebih baik dibanding hanya sumpah dan janji yang menorehkan kesedihan di hati masyarakat.
#menkoinfo
Posting Komentar