Banyak wacana yang dikembangkan oleh berbagai
pihak terkait sikap umum masyarakat Papua dalam tahun politik 2014 ini. Dalam
banyak pernyataan yang disampaikan di ruang-ruang publik oleh orang awam,
pemuda, mahasiswa, aktivis bahkan praktisi politik muncul sentimen ‘anti
PILPRES’ atau golput. Beberapa merupakan pernyataan sikap pribadi, yang lain
berupa ajakan dan himbauan.
Lalu, kemudian ajakan dan himbauan yang
disampaikan itu disikapi dengan beragam: ada yang setuju dan ada yang tidak
setuju dengan golput. Pertanyaan yang muncul sebenarnya sederhana saja: Apakah
golput adalah pilihan terbaik di situasi saat ini?
Tidak jadi soal jika setiap orang dan kelompok
memiliki opini dan sikap sendiri terhadap pesta demokrasi yang katanya mahal
ini. Golput atau memilih, itu tidak boleh atas paksaan. Tetapi memilih atau
tidak memilih dalam PILPRES 2014 ini, mau tidak mau akan memberikan dampak yang
signifikan bagi seluruh sendi kehidupan di negeri ini. Bagaimana pun sikap
politik masing-masing kelompok, Papua masih menjadi bagian NKRI hingga saat
ini. Dan oleh sebab itu, siapa presiden yang akan memimpin negeri ini, sosok
itu juga akan menentukan berbagai kebijakan di Papua.
Dalam era globalisasi, moderenisasi, era
perdagangan bebas dan asosiasi internasional yang gencar ditingkatkan,
persaingan bukan hanya sekedar antar bangsa, namun juga antar suku bangsa. Pada
tahun 2015 nanti Papua, sebagai bagian dari NKRI, akan memasuki era perdagangan
bebas dengan negara-negara ASEAN. Kesempatan untuk mengeksplorasi kompetensi
individu manusia Papua akan semakin besar dan disaat bersamaan persaingan akan
terus meningkat.
Dalam beberapa tahun ke depan, seturut dengan
implementasi perdagangan bebas regional ASEAN, negara-negara di dunia juga akan
memasuki era “bonus demografi” pada 2025. Bonus demografi adalah era ketika
bangsa-bangsa di dunia mencapai populasi tertinggi masyarakat usia produktif.
Dan itu juga berarti bahwa di saat negara-negara di dunia dan secara khusus
secara regional di ASEAN akan menghadapi tantangan berlapis untuk mengembangkan
kapasitas SDM yang mumpuni.
Dalam konteks Papua, tantangan ekonomi ini tentu
saja akan memberikan dampak yang holistik dan bisa jadi berdampak positif
secara keseluruhan atau sebaliknya, malah memperburuk situasi ekonomi
masyarakat Papua. Readjustment, ketidakstabilan politik dan keamanan, rendahnya
kapasitas kepemimpinan dan manajemen dalam pengelolaan pemerintahan,
pengembangan pendidikan yang serba “bermasalah” serta pendidikan dan pemahan
politik yang rendah, akan menjadi beberapa faktor yang memperlambat laju
penyesuaian Papua dalam menghadapi era-era penuh tantangan di masa depan.
Beberapa hal di atas adalah tantangan-tantangan
Papua kedepan yang akan sangat mempengaruhi kehidupan orang Papua. Belum lagi
jika kita memperhatikan beberapa peraturan dan UU yang bersifat “reformasi
agraria” yang genjar di-“telurkan” pemerintah dan DPR, yang salah satunya
tentang larangan menjual bahan mineral mentah tanpa diolah dulu di dalam negeri
(peraturan ini menjadi pukulan besar bagi raksasa tambang ke 3 terbesar di
dunia, PT Freeport Indonesia).
Berikutnya, persoalan “siapa yang akan menduduki
kursi RI satu” ini juga merupakan sentimen yang berdampak variatif ke pasar
saham Indonesia, selain adanya pengaruh secara regional dari pasar regional,
krisis pemerintahan di Thailand dan pengaruh kebijakan moneter dari Bank Sentral
AS The Fed serta bursa Eropa. Indeks harga saham gabungan (IHSG) bergerak dalam
zona yang variatif dan cukup fluktuatif, namun sejauh ini tetap berada pada
zona aman.
PILPRES 2014 juga membawa banyak fenomena, gejala
bahkan gejolak. Aksi “kampanye hitam” sampai aksi saling lempar “argumen” di
media massa telah sedikit banyak
memberikan pengaruh pada masyarakat secara luas. Bahkan, bisa dikatakan PILPRES
kali ini pertarungannya seolah bukan di dalam bilik pemilih tapi malah di dalam
media: pencitraan dan pencitraan!
Tidak terkecuali, di Papua, baik orang asli Papua
maupun pendatang di Papua juga akan terkenda segala dampak PILPRES ini, mau
atau tidak mau, peduli atau tidak peduli. Tidak dapat dipungkiri, siapa
pemimpin di negeri ini nantinya akan menentukan hampir segala hal dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, yang tidak akan pernah lepas dari kehidupan
orang Papua juga.
Melihat tantangan di masa depan dan betapa
besarnya pengaruh dan kekuasaan dari sosok yang akan memimpin negeri Indonesia
ini, mungkin kita harus kembali mengevaluasi pandangan kita terkait sikap kita
menghadapi PILPRES 2014 Juli mendatang. Tantangan pasti akan kita hadapi, hidup
memang soal tantangan dan proses. Tapi, hidup juga adalah persoalan memilih
pilihan-pilihan yang ada dan terkadang pilihan itu adalah “pilihan-pilihan yang
buruk”, dan kita dituntut untuk “memilih yang terbaik dari yang terburuk.”
Dalam konteks wacana golput-nya orang Papua dalam
PILPRES pada 9 Juli 2014 nanti, memilih atau tidak memilih presiden (golput) adalah
hak semua orang yang dijamin oleh UUD negeri ini. Tetapi tidak memilih mungkin
adalah sama seperti “membiarkan masa depan kita disetir oleh orang lain.”
Sepanjang kita tidak mengambil bagian dalam mengambil pilihan-pilihan dalam
kehidupan kita, termasuk dalam kehidupan dan aspirasi politik, kita hanya akan
membiarkan masa depan kita menjadi semakin “tidak terjamin.”
Ketika kita diperhadapkan dengan pilihan-pilihan
buruk, ambillah pilihan yang “terbaik” dari pilihan-pilihan buruk itu, karena
hidup adalah pilihan.
Penulis adalah Sekjen IMAPA Periode 2014-2016,
Posting Komentar